Yang menjadi motivasi ku berangkat sekolah adalah "sebantar lagi ujian sekolah!Dan aku akan terbebas" itulah yang selalu ada di otakku setiap hari.
Namun,mengapa terasa lama ujian sekolah itu tiba. Syukur..aku masih punya banyak teman-teman yang baik yang siap menolongku kalau mereka mengganggu.
Tiap kali mereka mengganggu aku mencoba melawan sebisanya dan menahan rasa takut. Menahan tangisan yang bisa jadi keluar. Tapi sayang aku bukan tipe orang yang gampang menangis bila di tengah orang banyak. Aku hanya menangis di kamar. Di sudut kamar aku bisa menangis sepuas-puasnya tanpa sepengetahuan orang lain termasuk ayah dan ibuku.
Boy, Taufiq dan yang lainnya tidak pernah puas mengganggu aku dan Dwi. Hingga akhirnya kami berdua mendapat julukan "Anak Pembawa Sial" Kenapa? Karena setiap mereka mengganggu kami, ada saja kejadian yang menimpa mereka. Karma tuh!
Hari itu, tepatnya saat pelajaran matematika, mereka duduk dekat aku dan Dwi. Mereka melempariku kerikil. Banyak sekali. Refleks tanganku mengepal dan memukul meja. Mereka tertawa puas dan bahagia. Aku berniat berteriak ke Bu Harefa yang sedang menerangkan di depan. Tapi niat itu aku hapus lagi, ini bakal jadi masalah baru. Aku harus tetap sabar.
Andai saja aku masih di Kayuagung, bersama sahabat-sahabatku yang baik. Jalan-jalan ke sawah, nonton pertandingan balap dayung di sungai, manjat pohon rambutan di rumahku, makan model setiap istirahat dan kita gantian traktiran. Usmel,Icha, Moly, Winda, Lina aku kangen kalian. Kalian pasti kaget kalau aku cerita tentang ini semua.
Sore itu aku berkeliling-keliling kota Sibolga bersama Bi Rum menggunakan sepeda. Sedang asik-asiknya mengayuh, tiba-tiba ada yang memanggil " Nisa! Nisa! Nisa! "
Segera aku menundukkan kepala karena takut, jantung berdegup kencang seperti orang yang habis minum kopi bergelas-gelas. Aku pura-pura tidak mendengar.
" Bah!Sombong kali kau!" teriak anak lelaki itu yang sedang berdiri di pinggir jalan.
Sore itu aku berkeliling-keliling kota Sibolga bersama Bi Rum menggunakan sepeda. Sedang asik-asiknya mengayuh, tiba-tiba ada yang memanggil " Nisa! Nisa! Nisa! "
Segera aku menundukkan kepala karena takut, jantung berdegup kencang seperti orang yang habis minum kopi bergelas-gelas. Aku pura-pura tidak mendengar.
" Bah!Sombong kali kau!" teriak anak lelaki itu yang sedang berdiri di pinggir jalan.